Rabu, 08 Februari 2017

Teman Khayalan (Imaginary Friend)

Assalamualaikum, apa kabarnya??? Sehat kaan? Alhamdulillah bersyukur banget masih dikasih nikmat Allah buat nge-blog hehehe. Nah sekarang sambil menikmati nikmat-Nya, saya bakal share tentang Teman Khayalan yang biasanya dimiliki oleh anak usia dini khususnya anak usia 6-8 tahun. Penasaran bukan?? baik tidak sih sebenarnya punya teman khayalan atau malah memperburuk perkembangan anak? Hm yuk disimak... keep scrolling educated society :)




A.  Teori Teman Khayalan
Dr.Geoffrey Putt, PsyD menjelaskan tentang bagaimana anak-anak memiliki teman khayalannya, mereka menamai benda-benda kesayangannya atau misalnya juga hewan peliharaan. Lalu melakukan sendiri hal-hal yang biasa dilakukan dengan orang lain. Kemudian, hal ini banyak dialami oleh anak usia prasekolah, sekitar 2 - 3 tahun. Hal ini bisa diamati setelah mereka masuk masa sekolah, kebiasaan itu akan hilang.Alasan mengapa orang-orang tertarik mengamati hal ini adalah karena ini dianggap sebagai pra-schizoprenia. Padahal hal ini adalah normal dan ini merupakan salah satu cara anak untuk belajar. Jadi, tidak selamanya Teman Khayalan ini adalah suatu hal yang negatif, tetapi juga ada sisi positifnya. Jika anak hanya bermain dengan benda saja yang sudah terstruktur, tidak ada pembelajaran pada anak.Untuk menanggapi teman khayalan ini, orang tua dapat berpartisipasi dengan bergabung bersama anak mengobrol dengan teman khayalannya. Atau membicarakan tentang Teman Khayalan.Perhatian utama mengenai Teman Khayalan ini, contohnya masalah pada anak dalam berinteraksi sosial. Orang tua menganggap jika anak memiliki Teman Khayal berarti anak memiliki masalah dalam kemampuan social-skillnya, padahal menurut penilitian, itu tidak ada hubungannya.Jadi, menurut Dr.Geoffrey Putt, PsyD teman khayalan bukanlah merupakan sebuah masalah yang berarti.  Kebanyakan anak usia prasekolah hingga usia enam tahun memiliki teman khayalan.Teman khayalan membantu anak untuk menjadi lebih kreatif, tidak selamanya memiliki teman khayalan memberikan dampak negatif, teman khayalan membantu anak mengembangkan daya imajinasinya. Namun, perlu menjadi perhatian juga jika hal ini terjadi berkelanjutan akan menimbulkan dampak negatifya.“Psikologi Perkembangan Yudrik Jahja seharusnya anak berusia 6-8 tahun di masa akhir anak-anak, anak-anak mempunyai teman yang terdiri dari rekan, teman bermain, atau teman baik. Dan temannya itu berbentuk nyata dan anak ingin mempunyai status sosiometri, status sosiometri adalah status yang disenangi oleh kelompok sosial, tetapi juga status sosiometri dari  teman-teman sebayanya, untuk itu mengapa seorang anak membutuhkan seorang teman maka anak bisa untuk berkhayal membuat teman khayalan karena untuk memenuhi teman sebaya”. (Psikologi Perkembangan Yudrik Jahja, 2011)Jadi, seharusnya anak mempunyai rekan, teman bermain, atau teman baik. Dan temannya itu berbentuk nyata dan anak mempunyai status sosiometri, pengertian status sosiometri adalah status yang disenangi oleh kelompok sosial jadi seorang anak akan senng jika mendapat status, dan anak usia dini senang menapatkan status sosiometri dari teman-teman sebayanya, anak juga membuat teman khayalan karena memenuhi teman sebayanya.“ada sebuah teori dari John Bowlby dia adalah seorang psikiater anak dan memakai pendekatan psikodinamis, dia menyatakan bahwa anak-anak menekankan pada dunia fantasi dan tidak cukup memberi perhatian pada kejadian-kejadian aktual. Salah satu karateristik ikatan menurut Bowlby adalah pemeliharaan kedekatan yaitu keinginan anak untuk berada dekat dengan orang-orang yang memiliki ikatan dengannya. Maksudnya anak-anak seharusnya mempunyai teman sebaya.” (Memahami Perkembangan Anak Carolyn Meggit, 2012)Jadi, bedasarkan teori  Bowlby anak-anak rentan dengan dunia fatasi dan itu memang fasenya untuk mereka berfantasi, dan karateristik menurut Bowlby adanya pemeliharaan kedekatan dan memiliki ikatan jadi disamping mereka berfantasi mereka juga seharusnya mempunyai teman sebaya untuk memperkuat ikatan kedekatan dengan teman sebaya yang sungguhan. B. Perkembangan Sosial Anak Usia 6-8 tahun
Mengapa anak-anak memiliki teman khayalan ?Ada asumsi yang beredar bahwa anak-anak membuat teman khayalan karena mereka kesepian dan tidak mempunyai banyak teman. Namun sekarang, memiliki teman khayalan sesungguhnya dianggap sebagai pengaruh positif bagi anak. Teman-teman dapat membantu anak-anak karena :1.    Mampu merangsang imajinasi anak serta membantu menghiangkan rasa bosan.
2.  Hanya milik anak yang menciptakannya seorang, seorang teman khayalan tak perlu dibagi dengan teman lainnya.
3. Membantu anak-anak untuk mengatasi perasaan serta ketakutan mereka dengan menyediakan “wadah” untuk membicarakan dan menunjukkan perasaan-perasaan yang ada di dalam pikiran anak tersebut.
4.  Berfungsi sebagai “teman bermain yang ideal” – menyediakan kesenangan, hiburan, petualangan, dan berbagai macam permainan.
5.    Teman khayalan tidak pernah menghakimi atau mencari-cari kesalahan anak.
6.  Membantu menyampaikan pesan-pesan yang tidak mampu dikatakan oleh si anak sendiri. Misalnya, “mama, Snow White tidak suka kalau mama marah-marah” (Snow White adalah teman khayalan si anak).
7.    Selalu ada untuk mereka ketika mereka sedang sedih atau penuh pikiran.
8.    Selalu berperilaku sesuai dengan kemauan si anak.
 


C. Cara Memperlakukan Teman Khayalan Anak
Pertama-tama dan paling penting, orangtua dan orang dewasa harus menganggap serius “eksitensi” teman khayalan anak, serta mencoba membuat anak mengakui bahwa teman khayalan sesungguhnya tidak ada.  Membiarkan anak yang mengatur situasi serta mengambil keputusan adalah hal yang penting, meskipun tidak bisa berbicara langsung pada si teman khayalan, Kita dapat memberikan komentar atau observasi apapun kepada anak mengenai teman khayalannya. Terkadang suka memakai teman khayalannya sebagai kambing hitam, menimpakan kesalahan yang mereka lakukan kepada si teman khayalan. Sebagai contoh, “Bukan aku! Snow White yang menumpahkan jus jeruknya!” Kita dapat mengatasi masalah seperti ini dengan menjelaskan bahwa teman khayalan tidak mungkin melakukan hal tersebut. Lalu,  jangan mencoba memaksa anak untuk mengaku, tapi jelaskan kepada anak mengapa perilaku tersebut tidak dapat diterima, jelaskan juga bahwa mereka bertanggung jawab terhadap semua tindakan dan kesalahan teman khayalannya, bahwa mereka harus siap menerima konsekuensinya.Jika seorang anak meminta melakukan sesuatu untuk teman khayalan. Misalnya: membuat jajanan untuk si teman khayalan, jangan pernah mengikuti kemauaannya, apabila kita mengikuti kemauan anak, maka kita menunjukkan sikap menerima terhadap si teman khayalan, serta mengajarkan anak untuk bertanggung jawab.Secara umum, teman khayalan bukan sebuah masalah, kecuali jika kehadiran teman khayalan ini membuat anak tidak tertarik untuk berteman dengan anak-anak lain, bagi beberapa anak, teman khayalan dapat pertanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Sebagai contoh, seorang anak pernah mengalami kejadian traumatik dan teman khayalannya bersikap jahat padanya serta membuatnya cemas. Ketika situasi semacam ini terjadi, segera berikan bantuan profesional bagi anak.


D. Teman KhayalanPada usia balita, kemampuan kognitif anak meningkat pesat. Dia semakin akrab dengan lingkungan sekitar dan menyadari bahwa dia tidak sendiri. Ia bahkan sudah bisa menciptakan dunia sendiri berbekal pengalaman melihat dan mendengarkan hal-hal yang dekat dengan keseharian. Si kecil bisa tiba-tiba membicarakan monster di bawah tempat tidur, bercakap-cakap dengan boneka beruang, atau tertawa bersama seorang teman yang hanya ada di dalam imajinasinya.Anak laki-laki cenderung mengkhayalkan superhero sebagai sahabat yang selalu menemani dia. Sementara anak perempuan mungkin menyukai fantasi seputar dunia peri dan putri raja. “Perbedaan itu ada karena lingkungan sehari-hari anak. Orang tua cenderung membelikan mobil-mobilan atau robot superhero kepada anak laki-laki sementara adik perempuan mendapat hadiah boneka. Sehingga terbentuk citra di dalam benak anak bahwa laki-laki identik dengan superhero dan perempuan ‘sebaiknya’ bermain boneka,” kata Dr. Reni Akbar Hawadi, MPsi, psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia.Sebuah riset menyatakan anak-anak memiliki teman khayalan hingga usia 7 tahun. Setelah itu, mereka mulai meninggalkan si sahabat atau paling tidak jarang membicarakan keberadaan teman khayalan secara terbuka.Sebenarnya, teman khayalan adalah salah satu cara mengeksplorasi dunia nyata, bukan karena anak telah terlena di dalam dunia fantasi, seperti yang mungkin orang tua perkirakan. Pembicaraan sehari-hari dengan sahabat imajiner – seperti kelas musik yang menyenangkan, pekerjaan rumah yang terlalu rumit, sampai masakan ibu yang sangat lezat – membuat anak peka sekaligus membuat dia senantiasa mengapresiasi kondisi keseharian. Si teman juga membantu anak mengatasi berbagai konflik. Dia bisa berkhayal jika suatu hari si sahabat menolak bermain bersama atau bisa saja mereka berdebat lalu mencari mencari solusi atas pertengkaran mereka berdua.Menjadi anak usia tiga atau empat tahun, dan menyadari bahwa dunia semakin luas, bisa sangat menakutkan bagi anak. Memiliki seorang teman, meskipun hanya ada dalam khayalan, akan sangat membantu anak melewati masa-masa sulit. Sahabat imajiner adalah tempat bagi anak untuk mencurahkan perasaan, bahkan balita memiliki kisah yang hanya ia bagi dengan seseorang yang ia percaya tidak akan membocorkan rahasia sehingga dia bisa bercerita dengan bebas.

E.  Manfaat bagi AnakKontras dengan yang mungkin orang tua bayangkan, menciptakan teman khayalan tidak hanya tipikal untuk anak penyendiri dan tertutup. Anak tunggal atau anak sulung yang terpaut usia jauh dengan adiknya memang cenderung memiliki sahabat imajiner, namun anak yang berasal dari keluarga besar juga kerap menciptakan teman khayalan. Bagi anak-anak, teman khayalan adalah sesuatu yang unik. Satu teman imajiner khusus diciptakan oleh satu anak.Anak yang memiliki teman khayalan tidak lantas ditakdirkan menjadi penyendiri. Justru sebaliknya, mereka sangat suka berinteraksi dengan orang lain. Ketika tidak ada orang untuk diajak bicara, mereka menciptakan seseorang.Faktanya, teman khayalan diasosiasikan dengan kepribadian positif. Penelitian menyebutkan bahwa anak yang memiliki teman khayalan punya kemampuan berempati lebih baik dibandingkan teman sebaya yang tidak punya sahabat imajiner. Studi lain juga menyatakan anak-anak tersebut memperoleh nilai tes bahasa yang lebih tinggi, mampu bersosialisasi dengan baik, dan yang paling penting punya lebih banyak teman.Ada satu alasan lagi mengapa keberadaan sahabat imajiner penting bagi anak, yakni terkait naluri kekuasaan. Coba pikirkan keseharian balita: Ia terus-menerus mendengar, “Sayang, jangan main di dapur” dan “Jangan kebanyakan makan kue, nanti sakit gigi!” Dia selalu menerima perintah dari orang dewasa. Ketika ia berkuasa penuh atas si teman khayalan, tentu itu sebuah sensasi tersendiri yang sangat langka bagi balita.



F.  Manfaat bagi Orang TuaMenurut beberapa teori psikologi, anak kerap menggunakan teman khayalan mereka sebagai media menyatakan keinginan terpendam. “Khayalan sering berisi mimpi yang tidak atau belum bisa terpenuhi. Maka orang tua harus peka membaca kebutuhan dan keinginan anak,” kata Dr. Reni. Dialog antara anak dan orang tua menjadi jalan terbaik untuk mengetahui kebutuhan anak, disesuaikan dengan nilai-nilai yang diterapkan keluarga tentu saja. “Teman khayalan bisa menjadi jalan untuk mengevaluasi pola asuh yang orang tua terapkan selama ini. Menjadikan diskusi sebagai kebiasaan yang berlaku di dalam keluarga akan memberikan manfaat yang besar bagi anak dan orang tua,” kata Dr. Reni.Selain itu, anak sering menciptakan sosok teman khayalan sebagai versi ideal atas diri mereka. Misalnya, anak yang pemalu memiliki sahabat imajiner dengan kepribadian yang humoris, populer, dan punya banyak teman. Sejauh sosok si teman khayalan bernilai positif, akan sangat baik bagi anak jika dia mampu “meniru” kepribadian tersebut. “Jika anak mengkhayalkan seseorang yang pandai menyanyi, misalnya, bisa jadi ia memang bercita-cita menjadi penyanyi terkenal. Akan sangat baik jika orang tua mampu membantu dia mewujudkan khayalannya,” jelas Dr. Reni.Lagi-lagi, dialog menjadi jembatan antara orang tua dan anak untuk mendiskusikan hal-hal yang baik untuk ditiru dan sikap yang perlu dijauhi. Melalui dialog seputar si sahabat imajiner, hubungan orang tua dan si kecil bisa makin akrab.

G. Manfaat Teman KhayalanTeman khayalan bisa memberikan berbagai manfaat selama proses tumbuh kembang anak. Berikut adalah manfaat teman khayalan bagi anak :· Memberi kesempatan anak mengembangkan kreativitas melalui berbagai jenis permainan dan mencoba banyak hal baru berdasarkan imajinasi.
· Sebagai media untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi.
·Mengembangkan emosi dan tindakan, seperti rasa takut atau marah berikut cara mengekspresikan perasaan tersebut.
·Memberi kesempatan kepada anak untuk mengatur dan mengontrol si sahabat, karena dalam keseharian balita terbiasa diatur oleh orang-orang di sekitarnya.
· Memberi ruang bagi kehidupan pribadi yang tidak boleh dimasuki oleh orang dewasa.
 
H. Masalah Teman KhayalanSelain mendatangkan manfaat, keberadaan teman khayalan bisa menjadi masalah yang akan menjauhkan anak dari dunia nyata. Berikut masalah adanya teman khayalan bagi anak :· Satu-satunya teman anak. Bagaimanapun, ia perlu bersosialisasi dengan dunia nyata. Jika anak kesulitan mendapatkan teman atau tidak tertarik untuk bersosialisasi, orang tua perlu berkonsultasi dengan psikolog anak.
·  Pelarian dari kenyataan. Tidak jarang sahabat imajiner adalah bentuk pelarian anak atas kesepian, rasa takut, atau cemas yang ia rasakan. “Tidak baik jika anak terlalu banyak mengkhayal. Untuk menghindari hal itu, jangan biarkan anak terlalu lama menyendiri dan tidak melakukan aktivitas apapun,” kata Dr. Reni.
·Kambing hitam. Sebaiknya anak tidak dibiasakan melimpahkan kesalahan yang ia perbuat kepada sahabat imajiner. Mengajarkan tanggung jawab tanpa menjatuhkan harga diri anak menjadi tantangan orang tua sebagai orang tua.


I.    Tindakan Orang TuaSebagai orang tua jangan ragu mengakui keberadaan si teman khayalan. Hal itu mengasah imajinasi anak. Dan jangan khawatir, anak tidak akan kehilangan kontak dengan dunia nyata karena teman khayalan. Jika orang tua bertanya seputar si sahabat dan membiarkan anak menjawab, orang tua memastikan bahwa sang sahabat berada di dalam kendali anak.Namun bukan berarti orang tua harus membuatkan makan malam ekstra atau membiarkan anak melimpahkan kesalahan kepada teman khayalan saat dia memecahkan vas bunga. Anak perlu tahu bahwa si sahabat hanya ada di dalam khayalan. orang tua bisa “mengembalikan” anak ke dunia nyata saat diperlukan. Selebihnya, nikmati keajaiban yang dilakukan anak bersama “si sahabat setia” dan petik berbagai manfaat. Sebagai orang tua, orang tua bisa mengambil tindakan berikut jika si kecil bersahabat dengan tokoh khayalannya :·Biarkan anak mengarahkan respons Anda. Jika ia tidak ingin orang tua memasuki pertemanan mereka, izinkan. Jika ia ingin orang tua ikut bermain, lakukan.
·Sebisa mungkin, jangan menambahkan ide cerita ke dalam plot imajinasi anak agar anak tetap berada di dunia nyata sekaligus memberi kesempatan dia mengembangkan imajinasi.
·Jika teman khayalan selalu menjadi kambing hitam setiap kali anak melakukan kesalahan, segera fokuskan diri untuk mengambil konsekuensi. Sebagai contoh, ketika anak mengatakan bahwa si sahabat telah menumpahkan susu, minta anak untuk berhati-hati agar tidak melakukan kesalahan seperti sahabatnya. Lalu katakan, orang tua akan membantu dia membersihkan susu yang telah ditumpahkan si teman.
· Seiring pertambahan usia anak, kenalkan dia dengan berbagai kegiatan menarik yang bisa dia lakukan bersama teman satu kelas, kerabat, atau tetangga dekat. Dengan demikian, ia bisa merasakan kesenangan yang nyata dan perlahan ia akan meninggalkan teman khayalannya.
 
Menurut buku Psikologi Perkembangan Yudrik Jahja seharusnya anak berusia 6-8 tahun di masa akhir anak-anak, anak-anak mempunyai teman yang terdiri dari rekan, teman bermain, atau teman baik. Dan temannya itu berbentuk nyata dan anak ingin mempunyai status sosiometri, status sosiometri adalah status yang disenangi oleh kelompok sosial, tetapi juga status sosiometri dari  teman-teman sebayanya, untuk itu mengapa seorang anak membutuhkan seorang teman maka anak bisa untuk berkhayal membuat teman khayalan karena untuk memenuhi teman sebaya. Menurut buku Memahami Perkembangan Anak Carolyn Meggit ada sebuah teori dri John Bowlby dia adalah seorang psikiater anak dan memakai pendekatan psikodinamis, dia menyatakan bahwa anak-anak menekankan pada dunia fantasi dan tidak cukup memberi perhatian pada kejadian-kejadian aktual. Salah satu karateristik ikatan menurut Bowlby adalah pemeliharaan kedekatan yaitu keinginan anak untuk berada dekat dengan orang-orang yang memiliki ikatan dengannya. Maksudnya anak-anak seharusnya mempunyai teman sebaya.

Alhamdulillah semoga bermanfaat yaaa ilmu ini, semoga ilmu ini akan terus berlanjut seterusnyaa Amin ya Rabbal Alamin


0 komentar:

Posting Komentar

 

Sabila Ada Disini Template by Ipietoon Cute Blog Design