Assalamualaikum,
apa kabarnya??? Sehat kaan? Alhamdulillah bersyukur banget masih dikasih nikmat
Allah buat nge-blog hehehe. Nah sekarang sambil menikmati nikmat-Nya, saya
bakal share tentang Teman Khayalan yang biasanya dimiliki oleh anak usia dini khususnya anak usia 6-8 tahun.
Penasaran bukan?? baik tidak sih sebenarnya punya teman khayalan atau malah
memperburuk perkembangan anak? Hm yuk disimak... keep scrolling educated
society :)
A.
Teori Teman Khayalan
Dr.Geoffrey Putt, PsyD menjelaskan tentang bagaimana anak-anak
memiliki teman khayalannya, mereka menamai benda-benda kesayangannya atau
misalnya juga hewan peliharaan. Lalu melakukan sendiri hal-hal yang biasa
dilakukan dengan orang lain. Kemudian, hal ini banyak dialami oleh anak usia
prasekolah, sekitar 2 - 3 tahun. Hal ini bisa diamati setelah mereka masuk masa
sekolah, kebiasaan itu akan hilang.Alasan mengapa orang-orang tertarik mengamati hal ini adalah
karena ini dianggap sebagai pra-schizoprenia.
Padahal hal ini adalah normal dan ini merupakan salah satu cara anak untuk
belajar. Jadi, tidak selamanya Teman Khayalan ini adalah suatu hal yang negatif,
tetapi juga ada sisi positifnya. Jika anak hanya bermain dengan benda saja yang
sudah terstruktur, tidak ada pembelajaran pada anak.Untuk menanggapi teman khayalan ini, orang tua dapat
berpartisipasi dengan bergabung bersama anak mengobrol dengan teman
khayalannya. Atau membicarakan tentang Teman Khayalan.Perhatian utama mengenai Teman Khayalan ini, contohnya masalah
pada anak dalam berinteraksi sosial. Orang tua menganggap jika anak memiliki
Teman Khayal berarti anak memiliki masalah dalam kemampuan social-skillnya, padahal menurut penilitian, itu tidak ada
hubungannya.Jadi, menurut Dr.Geoffrey Putt, PsyD teman khayalan bukanlah
merupakan sebuah masalah yang berarti.
Kebanyakan anak usia prasekolah hingga usia enam tahun memiliki teman
khayalan.Teman khayalan membantu anak untuk menjadi lebih kreatif, tidak
selamanya memiliki teman khayalan memberikan dampak negatif, teman khayalan
membantu anak mengembangkan daya imajinasinya. Namun, perlu menjadi perhatian
juga jika hal ini terjadi berkelanjutan akan menimbulkan dampak negatifya.“Psikologi Perkembangan Yudrik Jahja seharusnya anak berusia 6-8
tahun di masa akhir anak-anak, anak-anak mempunyai teman yang terdiri dari
rekan, teman bermain, atau teman baik. Dan temannya itu berbentuk nyata dan
anak ingin mempunyai status sosiometri, status sosiometri adalah status yang
disenangi oleh kelompok sosial, tetapi juga status sosiometri dari teman-teman sebayanya, untuk itu mengapa
seorang anak membutuhkan seorang teman maka anak bisa untuk berkhayal membuat
teman khayalan karena untuk memenuhi teman sebaya”. (Psikologi Perkembangan
Yudrik Jahja, 2011)Jadi, seharusnya anak mempunyai rekan, teman bermain, atau teman
baik. Dan temannya itu berbentuk nyata dan anak mempunyai status sosiometri,
pengertian status sosiometri adalah status yang disenangi oleh kelompok sosial
jadi seorang anak akan senng jika mendapat status, dan anak usia dini senang
menapatkan status sosiometri dari teman-teman sebayanya, anak juga membuat
teman khayalan karena memenuhi teman sebayanya.“ada sebuah teori dari John Bowlby dia adalah seorang psikiater
anak dan memakai pendekatan psikodinamis, dia menyatakan bahwa anak-anak
menekankan pada dunia fantasi dan tidak cukup memberi perhatian pada
kejadian-kejadian aktual. Salah satu karateristik ikatan menurut Bowlby adalah
pemeliharaan kedekatan yaitu keinginan anak untuk berada dekat dengan
orang-orang yang memiliki ikatan dengannya. Maksudnya anak-anak seharusnya
mempunyai teman sebaya.” (Memahami Perkembangan Anak Carolyn Meggit, 2012)Jadi, bedasarkan teori Bowlby
anak-anak rentan dengan dunia fatasi dan itu memang fasenya untuk mereka
berfantasi, dan karateristik menurut Bowlby adanya pemeliharaan kedekatan dan
memiliki ikatan jadi disamping mereka berfantasi mereka juga seharusnya
mempunyai teman sebaya untuk memperkuat ikatan kedekatan dengan teman sebaya
yang sungguhan. B.
Perkembangan Sosial Anak Usia 6-8 tahun
Mengapa anak-anak memiliki teman khayalan ?Ada asumsi yang beredar bahwa anak-anak membuat teman khayalan
karena mereka kesepian dan tidak mempunyai banyak teman. Namun sekarang,
memiliki teman khayalan sesungguhnya dianggap sebagai pengaruh positif bagi anak.
Teman-teman dapat membantu anak-anak karena :1. Mampu merangsang imajinasi anak serta membantu menghiangkan rasa
bosan.
2. Hanya milik anak yang menciptakannya seorang, seorang teman
khayalan tak perlu dibagi dengan teman lainnya.
3. Membantu anak-anak untuk mengatasi perasaan serta ketakutan mereka
dengan menyediakan “wadah” untuk membicarakan dan menunjukkan perasaan-perasaan
yang ada di dalam pikiran anak tersebut.
4. Berfungsi sebagai “teman bermain yang ideal” – menyediakan
kesenangan, hiburan, petualangan, dan berbagai macam permainan.
5. Teman khayalan tidak pernah menghakimi atau mencari-cari kesalahan
anak.
6. Membantu menyampaikan pesan-pesan yang tidak mampu dikatakan oleh
si anak sendiri. Misalnya, “mama, Snow White tidak suka kalau mama marah-marah”
(Snow White adalah teman khayalan si anak).
7. Selalu ada untuk mereka ketika mereka sedang sedih atau penuh pikiran.
8. Selalu berperilaku sesuai dengan kemauan si anak.
C.
Cara Memperlakukan Teman Khayalan Anak
Pertama-tama dan paling penting, orangtua dan orang dewasa harus
menganggap serius “eksitensi” teman khayalan anak, serta mencoba membuat anak
mengakui bahwa teman khayalan sesungguhnya tidak ada. Membiarkan anak yang mengatur situasi serta
mengambil keputusan adalah hal yang penting, meskipun tidak bisa berbicara
langsung pada si teman khayalan, Kita dapat memberikan komentar atau observasi
apapun kepada anak mengenai teman khayalannya. Terkadang suka memakai teman
khayalannya sebagai kambing hitam, menimpakan kesalahan yang mereka lakukan
kepada si teman khayalan. Sebagai contoh, “Bukan aku! Snow White yang
menumpahkan jus jeruknya!” Kita dapat mengatasi masalah seperti ini dengan
menjelaskan bahwa teman khayalan tidak mungkin melakukan hal tersebut.
Lalu, jangan mencoba memaksa anak untuk
mengaku, tapi jelaskan kepada anak mengapa perilaku tersebut tidak dapat
diterima, jelaskan juga bahwa mereka bertanggung jawab terhadap semua tindakan
dan kesalahan teman khayalannya, bahwa mereka harus siap menerima
konsekuensinya.Jika seorang anak meminta melakukan sesuatu untuk teman khayalan.
Misalnya: membuat jajanan untuk si teman khayalan, jangan pernah mengikuti kemauaannya,
apabila kita mengikuti kemauan anak, maka kita menunjukkan sikap menerima
terhadap si teman khayalan, serta mengajarkan anak untuk bertanggung jawab.Secara umum, teman khayalan bukan sebuah masalah, kecuali jika
kehadiran teman khayalan ini membuat anak tidak tertarik untuk berteman dengan
anak-anak lain, bagi beberapa anak, teman khayalan dapat pertanda bahwa ada
sesuatu yang tidak beres. Sebagai contoh, seorang anak pernah mengalami
kejadian traumatik dan teman khayalannya bersikap jahat padanya serta
membuatnya cemas. Ketika situasi semacam ini terjadi, segera berikan bantuan
profesional bagi anak.
D.
Teman KhayalanPada usia balita, kemampuan kognitif anak meningkat pesat. Dia semakin
akrab dengan lingkungan sekitar dan menyadari bahwa dia tidak sendiri. Ia
bahkan sudah bisa menciptakan dunia sendiri berbekal pengalaman melihat dan
mendengarkan hal-hal yang dekat dengan keseharian. Si kecil bisa tiba-tiba
membicarakan monster di bawah tempat tidur, bercakap-cakap dengan boneka
beruang, atau tertawa bersama seorang teman yang hanya ada di dalam
imajinasinya.Anak laki-laki cenderung mengkhayalkan superhero sebagai sahabat
yang selalu menemani dia. Sementara anak perempuan mungkin menyukai fantasi
seputar dunia peri dan putri raja. “Perbedaan itu ada karena lingkungan
sehari-hari anak. Orang tua cenderung membelikan mobil-mobilan atau robot superhero
kepada anak laki-laki sementara adik perempuan mendapat hadiah boneka. Sehingga
terbentuk citra di dalam benak anak bahwa laki-laki identik dengan superhero
dan perempuan ‘sebaiknya’ bermain boneka,” kata Dr. Reni Akbar Hawadi, MPsi,
psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia.Sebuah riset menyatakan anak-anak memiliki teman khayalan hingga usia 7
tahun. Setelah itu, mereka mulai meninggalkan si sahabat atau paling tidak
jarang membicarakan keberadaan teman khayalan secara terbuka.Sebenarnya, teman khayalan adalah salah satu cara mengeksplorasi dunia
nyata, bukan karena anak telah terlena di dalam dunia fantasi, seperti yang
mungkin orang tua perkirakan. Pembicaraan sehari-hari dengan sahabat imajiner –
seperti kelas musik yang menyenangkan, pekerjaan rumah yang terlalu rumit,
sampai masakan ibu yang sangat lezat – membuat anak peka sekaligus membuat dia
senantiasa mengapresiasi kondisi keseharian. Si teman juga membantu anak
mengatasi berbagai konflik. Dia bisa berkhayal jika suatu hari si sahabat
menolak bermain bersama atau bisa saja mereka berdebat lalu mencari mencari
solusi atas pertengkaran mereka berdua.Menjadi anak usia tiga atau empat tahun, dan menyadari bahwa dunia semakin
luas, bisa sangat menakutkan bagi anak. Memiliki seorang teman, meskipun hanya
ada dalam khayalan, akan sangat membantu anak melewati masa-masa sulit. Sahabat
imajiner adalah tempat bagi anak untuk mencurahkan perasaan, bahkan balita
memiliki kisah yang hanya ia bagi dengan seseorang yang ia percaya tidak akan
membocorkan rahasia sehingga dia bisa bercerita dengan bebas.
E.
Manfaat bagi AnakKontras dengan yang mungkin orang tua bayangkan, menciptakan teman khayalan
tidak hanya tipikal untuk anak penyendiri dan tertutup. Anak tunggal atau anak
sulung yang terpaut usia jauh dengan adiknya memang cenderung memiliki sahabat
imajiner, namun anak yang berasal dari keluarga besar juga kerap menciptakan
teman khayalan. Bagi anak-anak, teman khayalan adalah sesuatu yang unik. Satu
teman imajiner khusus diciptakan oleh satu anak.Anak yang memiliki teman khayalan tidak lantas ditakdirkan menjadi
penyendiri. Justru sebaliknya, mereka sangat suka berinteraksi dengan orang
lain. Ketika tidak ada orang untuk diajak bicara, mereka menciptakan seseorang.Faktanya, teman khayalan diasosiasikan dengan kepribadian positif.
Penelitian menyebutkan bahwa anak yang memiliki teman khayalan punya kemampuan
berempati lebih baik dibandingkan teman sebaya yang tidak punya sahabat
imajiner. Studi lain juga menyatakan anak-anak tersebut memperoleh nilai tes
bahasa yang lebih tinggi, mampu bersosialisasi dengan baik, dan yang paling
penting punya lebih banyak teman.Ada satu alasan lagi mengapa keberadaan sahabat imajiner penting bagi anak,
yakni terkait naluri kekuasaan. Coba pikirkan keseharian balita: Ia
terus-menerus mendengar, “Sayang, jangan main di dapur” dan “Jangan kebanyakan
makan kue, nanti sakit gigi!” Dia selalu menerima perintah dari orang dewasa.
Ketika ia berkuasa penuh atas si teman khayalan, tentu itu sebuah sensasi
tersendiri yang sangat langka bagi balita.
F.
Manfaat bagi Orang TuaMenurut beberapa teori psikologi, anak kerap menggunakan teman khayalan
mereka sebagai media menyatakan keinginan terpendam. “Khayalan sering berisi
mimpi yang tidak atau belum bisa terpenuhi. Maka orang tua harus peka membaca
kebutuhan dan keinginan anak,” kata Dr. Reni. Dialog antara anak dan orang tua
menjadi jalan terbaik untuk mengetahui kebutuhan anak, disesuaikan dengan
nilai-nilai yang diterapkan keluarga tentu saja. “Teman khayalan bisa menjadi
jalan untuk mengevaluasi pola asuh yang orang tua terapkan selama ini.
Menjadikan diskusi sebagai kebiasaan yang berlaku di dalam keluarga akan
memberikan manfaat yang besar bagi anak dan orang tua,” kata Dr. Reni.Selain itu, anak sering menciptakan sosok teman khayalan sebagai versi
ideal atas diri mereka. Misalnya, anak yang pemalu memiliki sahabat imajiner
dengan kepribadian yang humoris, populer, dan punya banyak teman. Sejauh sosok
si teman khayalan bernilai positif, akan sangat baik bagi anak jika dia mampu
“meniru” kepribadian tersebut. “Jika anak mengkhayalkan seseorang yang pandai
menyanyi, misalnya, bisa jadi ia memang bercita-cita menjadi penyanyi terkenal.
Akan sangat baik jika orang tua mampu membantu dia mewujudkan khayalannya,”
jelas Dr. Reni.Lagi-lagi, dialog menjadi jembatan antara orang tua dan anak untuk
mendiskusikan hal-hal yang baik untuk ditiru dan sikap yang perlu dijauhi.
Melalui dialog seputar si sahabat imajiner, hubungan orang tua dan si kecil
bisa makin akrab.
G.
Manfaat Teman KhayalanTeman khayalan bisa memberikan berbagai
manfaat selama proses tumbuh kembang anak. Berikut adalah manfaat teman
khayalan bagi anak :· Memberi kesempatan anak mengembangkan kreativitas melalui berbagai jenis
permainan dan mencoba banyak hal baru berdasarkan imajinasi.
· Sebagai media untuk mengembangkan kemampuan bersosialisasi.
·Mengembangkan emosi dan tindakan, seperti rasa takut atau marah berikut
cara mengekspresikan perasaan tersebut.
·Memberi kesempatan kepada anak untuk mengatur dan mengontrol si sahabat,
karena dalam keseharian balita terbiasa diatur oleh orang-orang di sekitarnya.
· Memberi ruang bagi kehidupan pribadi yang tidak boleh dimasuki oleh orang
dewasa.
H.
Masalah Teman KhayalanSelain mendatangkan manfaat, keberadaan teman
khayalan bisa menjadi masalah yang akan menjauhkan anak dari dunia nyata.
Berikut masalah adanya teman khayalan bagi anak :· Satu-satunya teman anak. Bagaimanapun, ia perlu bersosialisasi
dengan dunia nyata. Jika anak kesulitan mendapatkan teman atau tidak tertarik
untuk bersosialisasi, orang tua perlu berkonsultasi dengan psikolog anak.
· Pelarian dari kenyataan. Tidak jarang sahabat imajiner adalah
bentuk pelarian anak atas kesepian, rasa takut, atau cemas yang ia rasakan.
“Tidak baik jika anak terlalu banyak mengkhayal. Untuk menghindari hal itu,
jangan biarkan anak terlalu lama menyendiri dan tidak melakukan aktivitas
apapun,” kata Dr. Reni.
·Kambing hitam. Sebaiknya anak tidak dibiasakan
melimpahkan kesalahan yang ia perbuat kepada sahabat imajiner. Mengajarkan
tanggung jawab tanpa menjatuhkan harga diri anak menjadi tantangan orang tua sebagai
orang tua.
I.
Tindakan Orang TuaSebagai orang tua jangan ragu mengakui keberadaan si teman khayalan. Hal
itu mengasah imajinasi anak. Dan jangan khawatir, anak tidak akan kehilangan
kontak dengan dunia nyata karena teman khayalan. Jika orang tua bertanya
seputar si sahabat dan membiarkan anak menjawab, orang tua memastikan bahwa
sang sahabat berada di dalam kendali anak.Namun bukan berarti orang tua harus membuatkan makan malam ekstra atau
membiarkan anak melimpahkan kesalahan kepada teman khayalan saat dia memecahkan
vas bunga. Anak perlu tahu bahwa si sahabat hanya ada di dalam khayalan. orang
tua bisa “mengembalikan” anak ke dunia nyata saat diperlukan. Selebihnya,
nikmati keajaiban yang dilakukan anak bersama “si sahabat setia” dan petik
berbagai manfaat. Sebagai orang tua, orang tua bisa mengambil tindakan berikut
jika si kecil bersahabat dengan tokoh khayalannya :·Biarkan anak mengarahkan respons Anda. Jika ia tidak ingin orang tua memasuki
pertemanan mereka, izinkan. Jika ia ingin orang tua ikut bermain, lakukan.
·Sebisa mungkin, jangan menambahkan ide cerita ke dalam plot imajinasi anak
agar anak tetap berada di dunia nyata sekaligus memberi kesempatan dia
mengembangkan imajinasi.
·Jika teman khayalan selalu menjadi kambing hitam setiap kali anak melakukan
kesalahan, segera fokuskan diri untuk mengambil konsekuensi. Sebagai contoh,
ketika anak mengatakan bahwa si sahabat telah menumpahkan susu, minta anak
untuk berhati-hati agar tidak melakukan kesalahan seperti sahabatnya. Lalu
katakan, orang tua akan membantu dia membersihkan susu yang telah ditumpahkan
si teman.
· Seiring pertambahan usia anak, kenalkan dia dengan berbagai kegiatan
menarik yang bisa dia lakukan bersama teman satu kelas, kerabat, atau tetangga
dekat. Dengan demikian, ia bisa merasakan kesenangan yang nyata dan perlahan ia
akan meninggalkan teman khayalannya.
Menurut buku
Psikologi Perkembangan Yudrik Jahja seharusnya anak berusia 6-8 tahun di masa
akhir anak-anak, anak-anak mempunyai teman yang terdiri dari rekan, teman
bermain, atau teman baik. Dan temannya itu berbentuk nyata dan anak ingin
mempunyai status sosiometri, status sosiometri adalah status yang disenangi
oleh kelompok sosial, tetapi juga status sosiometri dari teman-teman
sebayanya, untuk itu mengapa seorang anak membutuhkan seorang teman maka anak
bisa untuk berkhayal membuat teman khayalan karena untuk memenuhi teman sebaya.
Menurut buku Memahami Perkembangan Anak Carolyn Meggit ada sebuah teori dri
John Bowlby dia adalah seorang psikiater anak dan memakai pendekatan
psikodinamis, dia menyatakan bahwa anak-anak menekankan pada dunia fantasi dan
tidak cukup memberi perhatian pada kejadian-kejadian aktual. Salah satu
karateristik ikatan menurut Bowlby adalah pemeliharaan kedekatan yaitu
keinginan anak untuk berada dekat dengan orang-orang yang memiliki ikatan
dengannya. Maksudnya anak-anak seharusnya mempunyai teman sebaya.
Alhamdulillah semoga bermanfaat yaaa ilmu ini, semoga ilmu ini akan terus berlanjut seterusnyaa Amin ya Rabbal Alamin
0 komentar:
Posting Komentar